Wednesday, January 30, 2008

Im In Love (Kali ini beneran, sumpah..)

Kemarin malam, pulang ngajar, DIA mengajakku dinner bareng di Sea Siik Restaurant. Tempatnya romantis abiz...dengan saung mini diatas kolam ikan dan little candle ditengah meja...Ajib. Serasa di manaaa gitu....Ga nyangka kalo ternyata si penggemar Harley Davidson itu bisa romantis juga.

Tips bagi anda-anda yang tinggal di Balikpapan dan sedang PDKT dengan seseorang, mendingan anda buruan bawa tuh gebetan ke resto itu, dijamin, pulang dari situ, kantong anda akan kempes. Hehe...

Saya yang notabene paling ahli dalam ber-Jaim Ria, malam itu hanya bisa makan sebanyak tujuh sendok, oke..biar kedengaran lebih didramatisir saya ulangi lagi. Malam itu hanya bisa makan sebanyak TUJUH SENDOK. Alhasil saya pulang dengan perut keroncongan. Hidup Jaim!

Allah ku Sayang, apakah DIA adalah ‘HIM’ ku? Hmmm, kalaupun bukan, aku akan tetap bersyukur. Somehow he brings a little sunshine in a corner of my deepest heart. Cieeee…. :P
Read More..

Monday, January 14, 2008

Im In Love

Kesholehannya, kecerdasan, kesederhanaan dan wajah tampannya adalah sebuah kombinasi mematikan yang cukup efektif untuk membuatku jatuh cinta padanya. Aku telah jatuh hati padanya sejak empat tahun yang lalu, saat membaca sebuah tulisannya yang kala itu memberiku semangat penuh dan rasa ikhlas akan apa yang kukerjakan hingga kini.

KEPADA GURU
Aku selalu bermimpi
matahari telah melahirkan para guru
dan guru melahirkan banyak matahari
hingga matahari tak lagi sendiri

Matahari tak pernah sendiri, guru
ia selalu ada bersamamu
hangatkan cinta yang tumbuh
dan menyinari cakrawala kecilku
selalu

Puisi itu ia buat pada bulan November 2002, ketika ia genap berumur tujuh tahun. Dua tahun kemudian, puisi itu bersama puisi-puisinya yang lain di terbitkan dalam bentuk buku yang berjudul Untuk Bunda dan Dunia, pada tahun 2004, Buku pertamanya itu meraih Anugerah Pena 2005 serta Buku Terpuji Adikarya IKAPI 2005 yang kemudian menobatkan dirinya sebagai Penyair Indonesia Termuda.



Dialah Abdurahman Faiz, terlahir di Jakarta pada 15 November 1995 dari rahim seorang sastrawati penggebrak kesusastraan religius modern, Helvy Tiana Rosa, yang telah lebih dulu membuatku kagum akan karya-karyanya yang menginspirasiku dalam banyak hal.



‘Bunda, aku mencintai bunda seperti aku mencintai surga’ adalah rangkaian kata-kata indah nya yang mampu ia susun kala masih berumur tiga tahun. Faiz, begitu ia akrab disapa, mungkin adalah seorang anak yang sangat beruntung dilahirkan ditengan-tengah keluarga yang sangat mengerti dan mendukung bakat seni yang dimilikinya. Berkat bimbingan sang ayah, Tomi Satryatomo yang seorang jurnalis, ia lalu rajin menuangkan beribu rasa yang lahir dari jiwanya yang peka menjadi untaian kata penuh makna dalam sebuah tulisan. Walaupun sudah akrab dan mahir menggunakan PDA dan Laptop sejak ia masih balita, tapi ia lebih suka menulis di HP.

Tak ada yang lepas dari pengamatan Faiz. Mulai dari Ayah bundanya, adiknya, Pepeng, Bung Hatta, anak jalanan, hingga Presiden Bush dan Harry Potter telah menjadi objek dalam karya sastranya. Anak yang sejak kelas 2 SD telah menggandrungi karya-karya Sutardji Calzoum Bachri ini pernah memenangkan Lomba Menulis Surat Untuk Presiden RI pada tahun 2003, hingga menjadi pembicara pada seminar nasional oleh kementrian negara. Sejak saat itu, Faiz menjadi seorang pahlawan kecil di dunia sastra Indonesia.

Berikut adalah sajak-sajak sederhana tapi indah dari murid yang sekarang duduk di kelas VI SDIF Al Fikri

Ayah Bundaku

Bunda
engkau adalah
rembulan yang menari
dalam dadaku
Ayah
engkau adalah
matahari yang menghangatkan
hatiku
Ayah Bunda
kucintai kau berdua
seperti aku mencintai surga
Semoga Allah mencium ayah bunda
dalam tamanNya terindah nanti
(Januari 2002)

Puisi Bunda

bunda hanya sedikit mengarang puisi untukku
tapi semakin lama kuamati
senyuman bunda adalah puisi
tatapan bunda adalah puisi
teguran bunda adalah puisi
belaian dan doanya adalah puisi cinta
yang disampaikannya padaku
tak putus putus
tak putus putus
bahkan bila kutidur
(Mei 2003)


Menaruh

Aku menaruh semua mainan
dan teman di sisiku
Aku menaruh bunda di hatiku
dekat sekali
dengan tempat kebaikan
Tapi
Aku tak bisa menaruh Allah
Ia menaruhku di bumi
bersama bunda dan semua
Ia ada dalam tiap napas
dan penglihatanku
Allah, hari ini kumohon
taruhlah para anak jalanan,
teman-teman kecilku yang miskin
dan menderita
dalam belaianMu
dan buatlah ayah bunda
menjadi kaya
dan menaruh mereka
di rumah kami
Amin.
(Juli 2001)

Surat Buat Ibu Negara

Kepada Yang Terhormat
Presiden Republik Indonesia
Megawati
Di Istana
Assalaamualaikum.
Ibu Mega, apa kabar?
Aku harap ibu baik-baik seperti aku saat ini.
Ibu, di kelas badanku paling tinggi.
Cita-citaku juga tinggi.
Aku mau jadi presiden.
Tapi baik.
Presiden yang pintar,
bisa buat komputer sendiri.
Yang tegas sekali.
Bisa bicara 10 bahasa.
Presiden yang dicintai orang-orang.
Kalau meninggal masuk surga.
Ibu sayang,
Bunda pernah cerita
tentang Umar sahabat Nabi Muhammad.
Dia itu pemimpin.
Umar suka jalan-jalan
ke tempat yang banyak orang miskinnya.
Tapi orang-orang tidak tahu kalau itu Umar.
Soalnya Umar menyamar.
Umar juga tidak bawa pengawal.
Umar jadi tahu
kalau ada orang yang kesusahan di negerinya
Dia bisa cepat menolong.
Kalau jadi presiden
aku juga mau seperti Umar.
Tapi masih lama sekali.
Harus sudah tua dan kalau dipilih orang.
Jadi aku mengirim surat ini
Mau mengajak ibu menyamar.
Malam-malam kita bisa pergi
ke tempat yang banyak orang miskinnya.
Pakai baju robek dan jelek.
Muka dibuat kotor.
Kita dengar kesusahan rakyat.
Terus kita tolong.

Tapi ibu jangan bawa pengawal.
Jangan bilang-bilang.
Kita tidak usah pergi jauh-jauh.
Di dekat rumahku juga banyak anak jalanan.
Mereka mengamen mengemis.
Tidak ada bapak ibunya.
Terus banyak orang jahat
minta duit dari anak-anak kecil.
Kasihan.
Ibu Presiden,
kalau mau, ibu balas surat aku ya.
Jangan ketahuan pengawal
nanti ibu tidak boleh pergi.
Aku yang jaga
supaya ibu tidak diganggu orang.
Ibu jangan takut.
Presiden kan punya baju tidak mempan peluru.
Ada kan seperti di filem?
Pakai saja.
Ibu juga bisa kurus
kalau jalan kaki terus.
Tapi tidak apa.
Sehat.
Jadi ibu bisa kenal orang-orang miskin
di negara Indonesia.
Bisa tahu sendiri
tidak usah tunggu laporan
karena sering ada korupsi.
Sudah dulu ya.
Ibu jangan marah ya.
Kalau tidak senang
aku jangan dipenjara ya.
Terimakasih.
Dari
Abdurahman Faiz
Kelas II SDN 02 Cipayung Jakarta Timur


Pengungsi Di Negeri Sendiri

Tak ada lagi yang menari
di antara tenda-tenda kumuh di sini
hanya derita yang melekat di mata
dan hati kami
Tidak satu nyanyian pun
pernah kami dendangkan lagi
hanya lagu-lagu airmata
di antara lapar, dahaga
pada pergantian musim
Sampaikah padamu, saudaraku?
(Oktober 2003)



Tujuh Luka Di Hari Ulangtahunku

Sehari sebelum ulangtahunku
aku terjatuh di selokan besar
ada tujuh luka membekas, berdarah
aku mencoba tertawa, malah meringis
Sehari sebelum ulangtahunku
negeriku masih juga begitu
lebih dari tujuh luka membekas
kemiskinan, kejahatan,
korupsi di mana-mana,
pengangguran, pengungsi
jadi pemandangan
yang meletihkan mata
menyakitkan hati
Tapi ada yang seperti lucu di negeriku
orang yang ketahuan berbuat jahat
tidak selalu dihukum
namun orang baik bisa dipenjara
Pada ulangtahunku yang kedelapan
aku berdiri di sini dengan tujuh luka
sambil membayangkan Indonesia Raya
dan selokan besar itu
Tiba-tiba aku ingin menangis
(15 November 2003)


Muhammad Rinduku

Kalau kau mencintai Muhammad
ikutilah dia
sepenuh hati
apa yang dikatakan
apa yang dilakukan
ikuti semua
jangan kau tawar lagi
sebab ialah lelaki utama itu
memang jalan yang ditempuhnya
sungguh susah
hingga dengannya terbelah bulan
tapi kalau kau mencintai Rasul
ikutilah dia
sepenuh rindumu
dan akan sampailah kau padaNya
(April 2003)

Hatta

Engkau adalah kenangan
yang tumbuh dalam kepala dan jiwaku
Suatu malam kau datang dalam mimpiku
katamu:
jangan lelah menebar kebajikan
jadikan kesederhaan
sebagai teman paling setia
Aku anak kecil
berjanji menepati
jadi akan kusurati lagi
presiden kita
hari ini
(17 Agustus 2003)

Siti dan Udin Di Jalan

Siti dan Udin namanya
sejak pagi belum makan
minum cuma seadanya
dengan membawa kecrekan
mengitari jalan-jalan ibu kota
Siti punya ayah
seorang tukang becak
ibunya tukang cuci
berbadan ringkih
Udin tak tahu di mana ayahnya
ditinggal sejak bayi
ibunya hanya pemulung
memunguti kardus dan plastik bekas
Mereka bangun rumah
dari triplek dan kardus tebal
di tepi kali ciliwung
tapi sering kena gusur
Bila malam tiba
mereka tidur di kolong jembatan
ditemani nyanyian nyamuk
dan suara bentakan preman
Siti dan Udin namanya
muka mereka penuh debu
dengan baju rombengan
menyanyi di tengah kebisingan
pagi sampai malam
tersenyum dalam peluh
menyapa om dan tante
mengharap receh seadanya
Beribu Siti dan Udin
berkeliaran di jalan-jalan
dengan suara serak
dan napas sesak oleh polusi
kalau hari ini bisa makan
sudah alhamdulillah
tapi tetap berdoa
agar bisa sekolah
dan punya rumah berjendela
(Februari 2003)

Yanto dan Mazda

Yanto dan Mazda, tidurlah
malam telah larut
Frodo dan Sam sedang berjuang
memusnahkan Sauron
tidakkah sebaiknya kita
cium kening bunda
dan selekasnya masuk
lewat pintu-pintu mimpi
untuk membantu mereka?
(Februari, 2003)

Harry Potter

Sudahkah kau temukan
ramuan paling rahasia itu
agar seluruh orang di dunia
bisa saling cinta?
(Oktober 2002)

Kepada Koruptor

Gantilah makanan bapak
dengan nasi putih, sayur dan daging
jangan makan uang kami
lihatlah airmata para bocah
yang menderas di tiap lampu merah jalan-jalan Jakarta
dengarlah jerit lapar mereka di pengungsian
juga doa kanak-kanak yang ingin sekali sekolah
Telah bapak saksikan
orang-orang miskin memenuhi seluruh negeri
tidakkah menggetarkan bapak?
Tolong, Pak
gantilah makanan bapak seperti manusia
jangan makan uang kami
(Oktober 2003)


Siapa Mau Jadi Presiden?

menjadi presiden itu
berarti melayani
dengan segenap hati
rakyat yang meminta suka
dan menyerahkan jutaan
keranjang dukanya padamu
(November, 2003)

Dari Seorang Anak Irak Dalam
Mimpiku, Untuk Bush

Mengapa kau biarkan anak-anak meneguk derita
peluru-peluru itu bicara pada tubuh kami
dengan bahasa yang paling perih
Irak, Afghanistan, Palestina
dan entah negeri mana lagi
meratap-ratap
Mengapa kau koyak tubuh kami?
apa yang kau cari?
apa salah kami?
kami hanya bocah
yang selalu gemetar mendengar
keributan dan ledakan
mengapa kau perangi bapak ibu kami?

Kini
kami tak pernah lagi melihat pelangi
hanya api di matamu
dan sejarah yang perih
tapi kami sudah tak bisa lagi menangis
Kami berdarah
Kami mati
(Oktober 2003)

Penulis

Ayahku wartawan
bundaku sastrawan
dan akulah dia
yang susah payah
mengumpulkan semua cinta
semua duka
menjadikannya untaian kata
yang kualamatkan pada dunia
mungkin menjadi kebaikan
yang bisa dibaca siapa saja
dan sedikit uang
untuk kusedekahkan
pada fakir miskin
(Agustus 2003)


Bunda Ke Amerika

Sepucuk surat undangan sampai pagi ini di rumah kami
untuk bundaku tercinta
dari universitas di Amerika
aku tahu bundaku pintar
juga amat berbudaya
tak heran bila ia diundang bicara
sampai ke negeri adidaya
ia adalah muslimah ramah
dengan jilbab tak pernah lepas dari kepala
sehari-hari berbicara benar
dan tak henti membela yang lemah
dari berita yang kubaca
Amerika penuh rekayasa
khawatir pun melanda
bila jilbab dijadikan masalah

Bagaimana bila bunda
tiba-tiba dianggap anggota alqaidah?
bukankah Presiden Amerika
menuduh dengan mudah
siapa saja yang tak dia suka?
Maka aku minta kepada Allah
agar bunda dilindungi senantiasa
bunda tersenyum dan memelukku
ia teguh pergi dengan jilbab di kepala
katanya: hanya Allah maha penjaga
(September 2003)


Perempuan Berselendang Bintang

bagaimana aku bisa mendefinisikanmu
pada hari yang terus berlari

kucoba memadatkanmu dalam kata-kata indah
yang berserak di cakrawala
tapi tak pernah bisa
meski itu hanya tentang sepotong mata teduh,
senyum yang berayun,
atau sejejak dari berjuta langkahmu

lalu kupintal puisi-puisi kesturi
yang setia kau tumbuhkan dari sanubari
menjelma karpet merah
dengan limpahan mawar merekah
yang tak akan pernah selesai kau lintasi
di sepanjang jalan hidupmu, bunda

: hari ini kuberikan sebuah award
seumur hidup untukmu
kau tahu aku tak memejamkan mata sekian lama
untuk menjaring permata-permata langit itu
menyusunnya di atas selendang berwarna salju
membentuk namamu dengan tinta yang paling emas

kuselempangkan padamu
diiringi nada-nada vivaldi

penghargaan bunda teladan tahun ini
dan hingga tak terhingga tahun
atas cinta yang tak pernah berhenti
dari nadi
dan ketabahan menumbuhkan matahari
untuk semua yang kau tulis
yang kau ukir di dalam diriku
dan lekuk jiwa semesta

untukmu
perempuan berselendang bintang
: helvy tiana rosa
(19 Desember 2007)


(buat Om Pepeng)


dari tanah
merendahlah setanahtanah
kau hadapkan lurus wajahmu
bersama ketulusan dan daya
yang kau pahat dalam rongga diri

syahdu kau lirihkan suara
hingga kau dengar nada udara
di antara jari-jari yang tengadah
dan jingkat kaki musim,
melintasi sabana fana

lalu kau pilih ucapan paling bunga
diiringi airmata rindu kupu-kupu

:”Aku selalu kembali padaMu
dalam tiap hembus, dalam tiap denyut,
dalam semangat yang kekal tersemat”

Sayup kau pun mendengar
gempita puja barisan malaikat
yang tak pernah usai
mengaminkan cinta para kekasih
(30 Oktober 2007)
NB: Puisi ini belum kuberi judul, silakan bila mau turut menyumbang judul ;-)


Puisi untuk Sutardji Calzoum Bachri


MEMBACAMU

membacamu
kutemukan puluhan
bulan lonjong
tertawa
dan lumpur
membedaki
kakikaki
kuda luka

satu saja
teriakan matari
dan segala kata
mengejar merdeka!
(18 Juli 2007)

Nadya (Apakah setiap malam kita harus menangisi Indonesia?)

Sambil tersedu-sedu
jemari kecilmu menggenggam tanganku
kuat sekali
mungkin kau ingin mengajakku berdoa
dan memintaku tetap melangkah
dalam tangis yang melaut

Aku, kau mungkin boleh terus menangis, sayang
tapi kitalah masa depan
kanak-kanak yang harus
menjalin airmata negeri
menjadi cahaya
menjadi cahaya
(1 April 2007)

BAGAIMANA KAU MENCATAT BENCANA?
(Yogyakarta)

Bagaimana kau mencatat bencana
yang telah memusnahkan keriangan
mematikan ribuan orang
dan menjungkirbalikkan kota kita?

Apa yang kau dapat dari gempa sekian skala richter
selain mayat -mayat yang tak selalu bernama
isyarat kiamat, kenangan yang pecah
di mata berjuta kita?

Lalu sambil menanam duka cita
kita hitung lembar-lembar rupiah
yang bisa membuat jiwa
dan kota itu tetap berdenyut

Seperti disentakkan kita pun ingat padaNya
yang selama ini sering kita abaikan
kita tak berhenti menyebut-nyebut namaNya
hingga pias wajah dan kering airmata

Bagaimana kau mencatat bencana?
Apa yang bisa kau dapat dari gempa sekian skala richter?

Belum sampai kiamat.
Baru sekadar panggilan, atau teguran
hujan hikmah, ketakberdayaan,
yang membawa kita kembali
pada ingatan lebih tentangNya


Bagaimana kau mencatat bencana?
Apa yang bisa kau dapat dari gempa?


Mungkin sebuah kesempatan lagi

untuk pulang lebih dalam
pada kebesaran dan cintaNya…
(Depok, 28 Mei 2006)

Adikku Lahir dan mencintalah!

Sambil mengepalkan tangan mungilmu
membawa amanah, yang kau tangisi itu
meluncurlah dari rahim bunda
dengan gaya yang paling aman dan nyaman

Pandanglah wajah bunda, ayah dan aku
dengan tatap yang tak mendung
meski di luar gelap
hujan tak henti memekik
dan badai menampai-nampar
sementara di televisi orang ramai bicara korupsi
dengan tanggapan miskin solusi
pelanggaran HAM yang terbentur koma,
harga-harga yang menggila, longsor, flu burung, lumpur,
dan sejumlah persoalan lain
menggantung jantung kami

Tapi adikku, lahirlah segera
jangan ragu untuk hadir
sebab kami akan mengajarimu bahasa cinta
yang akan menerbitkan pelangi di kalbu
memancar, pada saat paling kelam sekali pun

Selamat datang di negeri ajaib
Selamat datang di negeri cobaan!
Lahir dan mencintalah!
(29 Januari 2007, menunggu adikku lahir)


Tetaplah menulis ananda Faiz, negeri cobaan nan ajaib ini membutuhkan pelangi-pelangi indah dari bahasa cintamu.

***foto dan beberapa sajak diunduh dari sini dan di sini

Read More..

Friday, January 11, 2008

Sengsara Membawa Nikmat (Bukan Sinetron)

Kemarin siang aku dan rekan kerja sekantor berencana mengunjungi Pak Is yang baru saja tiba dari menunaikan ibadah Haji. Bagi yang belum kenal pak is, bisa dibaca di sini.

Sekitar jam 10.30 pagi aku berangkat menjemput Mbak Aniek, seorang rekan, di Gn.Guntur dengan mengendarai motor. Dan dari sinilah cerita ini bermula.

Sengsara #1 Motor Mogok

Lingkungan tempat Mbak Anek tinggal berbukit-bukit. Lebaran lalu adalah kali pertama aku mengunjunginya.
Ketika melalui sebuah tanjakan yang lumayan tinggi (sekitar 40 derajat) motorku mendadak mogok di tengah tanjakan, sempat panik juga, karena tempat itu sangat SEPI. Setelah 2 menit stuck diatas motor (untung rem depan masih ‘makan’), tak bisa maju karena mesin mati ataupun mundur karena takut tergelincir, datanglah sebuah pertolongan dari seorang bapak tua yang tinggal dekat dari situ, membawakan sebilah kayu untuk mengganjal ban belakang motor. Motorku akhirnya bisa dinyalakan setelah beberapa kali di starter. Fiuh..Makasih ya pak...

Sengsara #2 Nyasar

Yups...aku nyasar...hehehe...ternyata aku melalui tanjakan yang salah...

Sengsara #3 Nyumplek di Pickup

Setelah bertemu Mbak Aniek, aku lalu menceritakan tentang sengsara #1. Ia lalu memutuskan untuk ke rumah Pak Is tidak dengan mengendarai motorku. Alasannya adalah karena Rumah Pak Is berada di KM. 8 yang merupakan areal perbukitan yang tingginya malah lebih nyeremin dibanding rumah Mbak Aniek. Takut mogok lagi euy...

Kami lalu menghubungi Mbak Vero, rekan kami yang lain, yang sedang on the way menuju rumah Pak Is bareng suami dan anaknya dengan menggunakan mobil pick up. Aku dan Mbak Aniek lalu memutuskan untuk nebeng di pickup itu. Tadi rencananya kami mau nekat duduk di bak belakang, serius hehe...ternyata baknya ditutup terpal, entah apa isinya. So kami berlima (Aku, Mbak Aniek, Mbak Vero,suami dan anaknya) nyumplek-plek di mobil itu. Yang ada aku di pangku sama Mbak Aniek, trus Mbak Vero mangku anaknya. Fyi, Mbak Vero dan suaminya adalah pasangan extra big, hampir mirip dengan Dewi Hughes dan suaminya, ditambah lagi anaknya, Vigo (3 tahun) yang body nya dua kali lebih besar dibanding anak seusianya. like son like parents. Tanpa aku dan mbak Aniek, sebenarnya mereka bertiga sudah kesempitan di mobil itu, trus di tambah kami berdua.....hehe kebayang ga seh...

Here comes the best part

Nikmat #1 Minum Air zam-zam

Setiba di rumah Pak Is, kami disuguhkan air yang katanya dapat memberi berkah itu. Tak lupa aku menyisipkan beberapa doa sebelum meminumya dan berharap agar dikabulkan.

Nikmat #2 Dapat oleh-oleh Jam tangan cantik


Selain kurma, kismis, kacang dan coklat arab, kami semua dapat oleh-oleh spesial berupa jam tangan. And you know what? the one for me is the most beautiful. Hehe, cocok sama orangnya..Pak Is pinter banget yah milihnya. Makasih ya Pak Is...Luv ya!

Nikmat #3 Makan Kapurung

The Menu: Kapurung, Lawa, Pacco, Ikan Patin rebus, Ikan tembang bakar, dll...yummy

Sepulang dari rumah Pak Is, kami mampir di rumah salah seorang kerabat Mas Robert (Suami Mbak Vero), ada acara makan kapurung bareng, dan aku adalah tamu dadakan yang beruntung. Kapurung adalah makanan khas asal Luwu, Sulbar. Dulu satu-satunya penjual kapurung di Balikpapan ada di daerah sepinggan. Tapi sekarang dah ga ada lagi. Entah pindah atau gulung tikar. Bahan utama pembuat kapurung (sagu) juga agak sulit ditemukan di pasar. So karena sulitnya mendapatkan kapurung, maka makan kapurung di Balikpapan adalah sama seperti makan kue onde-onde di kutub utara....hehehe.....


Selamat Tahun Baru 1429 Hijriyah!
Semoga setelah segala kesengsaraan di tahun lalu (kalo ada), kita dapat menuai nikmatnya di tahun ini!... Amin

Read More..