‘Pantai, aku ingin ke pantai...’ niat itu tersirat begitu saja ketika aku sedang melipat mukenah yang tadi kukenakan untuk sholat Shubuh. Kulirik jam dinding di kamarku, pukul 05.15. Masih banyak waktu untuk bersiap-siap. Segera ku kenakan jaket kaos biru dan sport pants hitamku, lalu menuju gudang tempat federal merah usang ku bersemayam. Debu yang melekat di badan sepeda itu lumayan tebal. Perlahan kuhapus dan kubersihkan dengan kain yang kutemukan tak jauh dari situ. Jika sepeda itu bisa berbicara, mungkin dia akan berkata ‘Ada angin apa nih non? Tumben mo make saya? Motornya ke mana?’
Dan dalam hati, aku pun berkata ‘Aku kangen kamu, jalan yuks...biasa, ke pantai’
Dulu, tiga tahun lalu dan beberapa tahun sebelumnya, sepeda itulah yang selalu setia menemaniku menyusuri pantai di minggu pagi atau sore. Tapi belakangan ini, kebiasaan itu mulai berubah, kini hari minggu adalah hari molor dan nonton nasional bagiku. Kesibukan dihari kerja membuatku merasa hari minggu adalah hari yang sangat istimewa hingga kuhabiskan sendiri di kamar, entah dengan tidur sepuasnya, nonton dvd atau bermain game di PC. Hingga tanpa sadar aku sempat melupakan tempat indah itu, tempat dimana dapat kutitipkan sejenak segala penat, letih, beban, seluruhnya, hingga yang tersisa hanyalah aku, aku saja.
‘Mau ke mana?’ tanya ibuku yang tiba-tiba telah berada di pintu depan. Tampaknya beliau mendengar bunyi pintu pagar yang tadi kubuka.
‘Ke pantai’ jawabku singkat, sambil menuntun sepedaku keluar teras.
‘Hati-hati...’ ucapnya.
Kata-kata itu terdengar biasa olehku. Namun andai saja aku tahu apa yang akan terjadi dipantai pagi itu, maka aku akan sangat berterima kasih telah diperingatkan oleh ibuku. Ur the best mom.
Langit pagi itu masih agak gelap. Lampu jalan raya masih menyala. Hanya beberapa kendaraan yang melintas. Saat itu, Somewhere I Belong-nya Linkin Park terdengar menghentak melalui headset yang kupasang dari hp, membuatku semakin bersemangat mengayuh sepedaku. Tak beberapa lama kemudian, aku pun sudah menyusuri jalan setapak menuju pantai. Dari kejauhan sudah dapat kucium aroma khas dan deburan ombaknya. Airnya sedang pasang.
My second sanctuary, adalah sebutan ku untuknya. Tempat dimana dapat kutemukan hembusan angin, ombak, karang, siput kecil, hingga garis horison tanpa batas yang sangat mempesona. Segala yang ada di pantai itu begitu menakjubkan hingga aku dapat merasakan kedekatanku padaNya, instantly.
Mentari sudah menampakkan sinar jingganya, meski tampak malu-malu karena berada di balik punggung sebongkah awan mungil. Buncahan temaram jingga yang terpecah oleh beberapa garis lurus dari tepi horison terlihat sangat indah, sehingga bagiku tampak bagai tangan Tuhan. Ingin rasanya berada di genggamanNya atau sekadar tersentuh oleh hangatnya tangan itu. Subhanallah.
Aku, lantas terduduk dan termangu menatap lukisan karya Sang Maestro Alam. Kakiku kubiarkan bertelanjang, tanganku meraba sejuknya pasir pantai. Lagu Sempurna dari Andra and the Backbone mengalun lirih di telingaku, what a perfect moment. Tanpa sadar, telunjuk kananku kemudian menulis sebuah nama diatas hamparan pasir di depanku. Lama kutatap nama itu, hingga kemudian kuhapus perlahan dengan telapak tanganku. Sempat kurasakan sebuah benda keras yang berada di dalam pasir. Dengan rasa penasaran kucoba menggalinya lebih dalam demi mendapatkan benda itu. Yang kutemukan kemudian adalah sebuah benda segi empat kecil, berwarna merah dan putih, yang ternyata adalah sebuah Flash Disk dengan merk Kingstore. Disisi lain dari flash disk itu terdapat tulisan 1 Gn. Aneh, fikirku, mengapa ada sebuah flash disk di tempat seperti ini. Akupun mencoba meyakinkan diriku dengan membuka tutupnya, berharap bahwa yang kutemukan adalah benar sebuah flash disk.
Seketika asap tebal menyembul dari dalam flash disk, mengeluarkan suara gemuruh yang memekikkan telinga. Flash disk itu kemudian terjatuh dari tanganku. Aku hanya dapat menutup kedua mataku, tak mampu berbuat apa-apa.
‘HAHAHAHAHA........thanks Your Highness, wait, dont be afraid, saya jin baik-baik kok, ganteng, bersahaja dan rajin menabung...HAHAHAHA’
Suara itu menggema di sekitarku. Perlahan kubuka mataku dan kulihat sebuah mahluk besar perambut pirang, berpakaian casual, mengenakan sunglasses lengkap dengan topi, melayang-layang diudara, tepat di depanku. Sesaat aku teringat dengan para bule yang berkeliaran di pulau Bali. Mirip, bedanya mahluk ini sepuluh kali lebih besar.
‘Jin? Kamu beneran jin?’ tanyaku sambil mencubit tanganku, berharap bahwa kejadian ini adalah mimpi, tapi ternyata sakit...berarti ini bukan mimpi. Astaghfirullah!
‘Yah, saya jin bule dari kerajaan Brisikh, saya pernah iseng meng-hack data kerajaan, hingga saya dikurung oleh raja saya di dalam flash disk ini, lalu di buang jauh-jauh dari negara saya. Sekarang saya sudah bertobat, syukurlah Tuhan mendengar doa saya, hingga saya diselamatkan oleh anda, Yang Mulia, terimakasih, dan sesuai dengan peraturan per-jin-an, undang-undang no.23, pasal 37, junto 85, Yang Mulia boleh mengutarakan three wishes dan kemudian akan saya kabulkan...
‘Three wishes? Beneran neh?’ ucapku hampir tak percaya.
‘Yes, no doubt...’ jawabnya kalem.
Sejenak aku berfikir keras untuk memilah-milah resolusi yang akhir-akhir ini kususun demi menghadapi tahun baru. Ada lebih dari lima, dan menyortirnya untuk menjadi tiga tidaklah mudah. Tapi aku harus cepat mengambil keputusan sebelum jin bule gendut itu keburu ngabur gara-gara nungguin aku yang kelamaan mikir.
‘Ok’ kata ku, lalu aku mengambil sebuah nafas panjang. Bismillah.
‘My first wish is......
( to be continued )
Pernikahan
1 week ago
No comments:
Post a Comment