Thursday, February 21, 2008

Memohon dan Menanti Mukjizat

Segumpal kecil kapas putih yang direkatkan oleh selotip masih merekat di lengan kiriku. Gumpalan kapas itu menutupi bekas jarum yang tadi ‘bertugas’ mengambil darahku sebanyak 7cc. Darah itu mungkin sekarang telah diterbangkan menuju Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh Klinik Prodia Pusat. Hasilnya akan ku terima paling lambat satu bulan dari sekarang.

Beberapa jam lalu, tepatnya pukul 10.35am, adalah salah satu momen bersejarah dalam hidupku. Dimana aku akan memastikan diagnosa yang selama ini selalu menghantuiku. Aku masih bisa bersyukur karena diagnosa awal menunjukkan bahwa penyakit itu bukanlah penyakit menular yang dapat membahayakan orang sekitarku. Tapi walaupun demikian, dimanapun dan kapanpun, jika aku mengingat diagnosa itu, kedua mataku akan secara spontan berkaca-kaca. Juga detik ini.

Rasa sakit yang ditimbulkan oleh jarum itu tak sesakit yang ku kira. Aku nyaris tak merasakan apapun ketika jarum itu mulai menembus kulitku. Aku masih mengingat kejadian saat aku duduk di bangku SMA kelas 1. Suatu hari, tim dari Dinkes mendatangi sekolah kami, mereka lalu menyuntik kami, para murid perempuan, serum anti tetanus secara bergantian. Aku yang (masih) takut akan jarum suntik lalu merasa shock setelah mendapatkan injeksi serum itu, kepala terasa pening, muka pucat dan tubuh lemas. Entah karena perasaan shock, atau karena tubuhku memang tak fit pada saat itu. Untungnya teman sebangku sekaligus ketua kelas saat itu dengan sigap mengambilkan aku segelas teh hangat dari kantin. Tak berapa lama kemudian tubuhku kembali segar. Makasih Yun, kebaikanmu akan terus kuingat.

Malam tadi, aku kembali bersimpuh di hadapanNya. Kembali memohon mukjizat yang sekiranya akan Ia berikan kepadaku. Untuk membuktikan bahwa diagnosa itu salah, bahwa there’s no bad thing happened to me. Terkadang aku merasa malu padaNya. Sudah berbagai macam mukjizat telah Ia berikan kepadaku selama ini, dan aku terus memohon dan memohon tanpa henti. Tapi Sang Maha Sabar itu tentunya mengerti tentang keadaanku, dan akan memberikan yang terbaik. I love You Allah...

After all, apapun hasil dari pemeriksaan itu, my beautiful life will go on. Seperti kata Jean Webster dalam Daddy Long Legs, ‘Life is just a game which i must play as skillfully and fairly as i can. If I loose, i'm going to shrug my shoulder and laugh - also if I win.’

*senyum*

Ps. To Eman, u might not realize it, but ur sms this morning had become a huge spirit which gives me a new energy to face ‘it’. AJKK!

No comments: