“Tuh, 50 sack semen untuk memperbaiki jalan dari Pak XX sudah datang”
Kata ibuku seraya menunjuk ke sebuah rumah yang letaknya persis di depan rumah kami, rumah Pak RT. Sebuah mobil pick up butut tampak sedang parkir di tepi gang dan beberapa orang termasuk Pak RT sedang menurunkan muatan berupa semen dari bak mobil tersebut.
Bukan hanya semen, Pak XX juga menyumbang empat buah lampu jalan demi menerangi gang kecil kami. Di RT lain, beliau bahkan membagi-bagikan warga sejumlah uang dan selembar baju kaos bergambar dirinya.
Kami memang membutuhkan lampu jalan dan semen itu, tapi sekolah di pedalaman yang hampir rubuh jauh lebih membutuhkannya daripada kami. Bila saja pak XX dapat menggunakan akal sehat dan hati nuraninya maka mungkin ia akan menyumbangkan hadiah itu kepada yang lebih membutuhkan.
Pak XX yang dimaksud ibuku adalah salah seorang Cagub kaltim yang bersama ketiga kandidat lainnya akan bersaing demi mendapatkan kursi tertinggi di provinsi kami. Provinsi yang terkenal kaya energi tapi juga kaya akan korupsi.
Sudah bukan rahasia lagi jika beberapa dari pimpinan daerah di Kaltim dengan terpaksa meninggalkan kursi empuk mereka karena harus menjalani pemeriksaan KPK, bahkan ada yang telah sukses endup di hotel prodeo karena terbukti menyalah gunakan uang rakyat.
Juga bukan rahasia lagi jika kami yang tinggal di surga energi ini malah telah merasakan krisis listrik sejak empat tahun silam. Pemadaman bergiliran sudah terasa seperti keadaan normal bagi kami. Bahkan kami merasa aneh jika dalam empat hari, kami tak mendapatkan giliran mati lampu. Dan selama empat tahun itu, tak ada satupun solusi konkret yang dilakukan oleh pemimpin kami demi mengeluarkan kami dari krisis yang entah sampai kapan ini. How pathetic!
Hal itu nampaknya sudah lebih dari cukup untuk membuat saya atau mungkin beberapa rakyat lainnya tak lagi percaya dengan pemimpin kami. Kami sudah terlalu jengah, apatis tingkat akut, hingga akhirnya tak lagi peduli dengan keadaan politik di provinsi ini.
Saya memang tak pernah tertarik dan tak ingin terlibat dalam dunia politik, tapi saya juga tak terlalu bodoh melihat keyataan bahwa kami berusaha di ‘beli’ oleh pak XX dengan semen dan lampu jalan itu. Bahwa nasib kami selama lima tahun mendatang telah kami bayar mahal dengan menerima hadiah tersebut. Dalam hati, Pak XX mungkin berkata “Terimalah barang-barang murahan itu hai rakyat bodoh! Pilihlah aku di pilkada nanti, dan jika aku menang, segala jerih payahku akan terbayar lunas dalam setahun pemerintahanku, dengan korupsi tentunya.” Dan ia pun menyeringai bak serigala yang hendak menerkam calon mangsanya.
Hari ini adalah hari H itu, hari dimana para kandidat gubernur dan calonnya dipilih secara langsung oleh warga kaltim untuk pertama kalinya. Ibuku pagi tadi sudah berangkat menuju TPS, aku sudah dapat menebak siapa cagub yang dipilih ibuku. Dan aku, memilih untuk tidak memilih.
No comments:
Post a Comment